May 25, 2012

Brazil episode terakhir


Hari terakhir, Sabtu 29 Januari, siang itu kami (aku, Ierene, Seema dan Sheetal) pergi mengunjungi pasar tradisional di dekat TV Tower. Letaknya tak jauh dari tempat menginap, hanya perlu berjalan kaki 10 menit saja. Sampai di tempat tujuan, kami kemudian berpisah, aku dan Ierene sedangkan Seema bersama Sheetal. Kami sepakat untuk bertemu di food court tepat jam 13. pasar ini lumayan besar, dengan bermacam-macam barang yang ditawarkan terutama souvenir khas Brazil. Aku membeli beberapa barang untuk oleh-oleh seperti magnet, anting-anting, kartu pos dan gelas untuk ibu-bapak. Di suatu toko, kami berhenti karena tertarik melihat sepatu bayi yang berwarna-warni. Ierene membeli satu yang berwarna biru untuk sepupunya dan aku membeli satu yang berwarna hijau. Ingin kuberikan untuk kakak, karena bulan Juli  besok HPL anaknya. Ah, pasar ini sungguh beraneka ragam barang dagangannya, seakan aku tak ingin beranjak. Aku dan Ierene berjalan dari satu lorong ke lorong yang lain sembari bercerita tentang apa saja, seakan kami telah lama saling mengenal. 

Salah satu sudut pasar
Tak terasa waktu berlalu hingga kami harus bergegas menemui yang lain untuk makan siang bersama. Di sudut pasar, memang ada satu tempat khusus yang menjual berbagai macam makanan. Aku harus ekstra hati-hati memilih makanan karena disamping nama makanan dan artinya yang sama sekali tak kupahami. Setelah kebingungan, akhirnya kuputuskan membeli jagung keju. Makanan ini seperti namanya, terbuat dari campuran jagung manis yang sudah dihaluskan, dicampur dengan potongan keju dan sedikit gula kemudian dibungkus dengan daun jagungnya. Ukurannya tidak begitu besar, tapi butuh waktu dan kesabaran untuk menghabiskan satu porsi. Jagung keju ini adalah salah satu makanan khas disini, selain itu ada pasteis (atau pastel) dan bermacam pizza. Pizza disini menurutku unik karena dicampur dengan buah-buahan sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang sangat lezat. Favoritku adalah pizza dengan topping nanas. Pasteis bentuknya mirip dengan pastel yang ada di Indonesia. Tapi bahan adonan kulit luarnya manis, sedangkan di Indonesia cenderung asin. Pasteis ini biasanya diisi dengan keju, pisang dan buah jambu biji merah (tentu saja yang sudah dihaluskan). Selama di Pirenopolis, hanya pasteis keju dan pisang yang pernah kumakan, karena waktu itu pasteis jambu tak tersedia. O ya, jambu biji merah dalam bahasa setempat disebut Goiaba.

Salah satu pedagang Pasteis
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30, sementara Sheetal dan Seema telah lebih dulu beranjak karena mereka hendak menukar uang. Aku dan Ierene berjalan pelan menuju air mancur di samping pasar. Kami mengambil beberapa gambar dan kemudian berjalan pulang kembali ke penginapan. 

Ini dia air mancurnya
Sesampainya di depan kamar, ternyata pintu kamar tak dapat dibuka. Kukira hanya kamarku saja, tapi ternyata juga kamar yang lain. Kami pun kembali turun menuju resepsionis dan menanyakan sebabnya. Waktu cek out ternyata jam 2 siang, otomatis setelah itu kamar tidak bisa diakses. Padahal barang-barang kami masih di dalam kamar dan jadwal keberangkatan ke bandara masih jam 16 sore. Akhirnya kami meminta perpanjangan waktu untuk berkemas dan diberikan satu setengah jam dari saat itu. Tepat pukul 16.30 kami sudah berkumpul kembali di lobi untuk check out. Setelah urusan selesai, kami pun segera naik ke taksi yang ada di depan. Rencana menggunakan satu taksi untuk kami berempat gagal, karena bagasi untuk meletakkan koper tak muat. Akhirnya dengan terpaksa harus menggunakan dua taksi ke bandara. Membutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk sampai di terminal keberangkatan Brasilia International Airport. Disini kami berpisah, karena aku harus menuju terminal keberangkatan internasional, sedangkan Ierene, Seema dan Sheetal menuju terminal domestik karena mereka harus terbang lebih dulu ke Sao Paulo. Pelukan dan kata-kata mengiringi perpisahan kami. Semoga suatu saat kami akan bertemu lagi. Sampai jumpa teman-temanku terkasih, semoga kalian selamat kembali ke rumah. Mereka harus menempuh perjalanan selama 36 jam untuk kembali sampai di Bangalore, India. Sungguh bukan waktu yang sebentar.

Setelah berpisah, aku menuju tempat check in untuk TAP Portugal. Antrian belum begitu panjang, dan tak lama aku sudah mendapatkan boarding pass ku. Sembari menunggu, aku berkeliling sekitar bandara. Tapi tak banyak yang bisa dilihat karena bandara ini bisa dibilang tak begitu besar. Ada beberapa duty free shop dan juga anjungan di lantai 2 yang dilengkapi dengan beberapa restoran. Dari anjungan ini pengunjung bisa melihat aktivitas pesawat yang tinggal landas maupun mendarat. Ada kejadian lucu yang kualami, waktu itu sudah jam 17 dan biasanya untuk menghindari antrian pemeriksaan keamanan dan paspor, sejam sebelumnya aku sudah bersiap masuk ke tempat pemeriksaan. Sampai di depan tempat pemeriksaan, ternyata aku belum diperbolehkan masuk. Aku bertanya-tanya, kenapa belum boleh masuk, tapi tak ada seorang petugas pun yang bisa menjawab dengan bahasa inggris. Akhirnya ada seorang petugas yang meminta boarding pass ku dan dia menjelaskan dalam bahasa portugis bahwa untuk jadwal keberangkatan jam 19, maka penumpang baru diijinkan masuk ruang pemeriksaan pada jam 18. oalah ribetnyaaa.....baru kali ini kutemukan sistem yang berbeda. Baiklah, aku akan kembali lagi nanti jam 18....:)

Satu jam berikutnya aku kembali ke depan gerbang pemeriksaan dan sudah banyak orang yang mengantri. Setelah selesai diperiksa barang bawaan dan paspor, ternyata penumpang lansung mengantri untuk naik ke pesawat. Jadi tak ada ruang tungu didalam sini. Maka dari itu terjawab sudah pertanyaanku yang tadi mengapa pada saat pukul 17 belum boleh masuk kemari. Ternyata beda negara, beda juga tata caranya. Dari saat mendudukkan diri di kursi pesawat sampai dengan pesawat tinggal landas, air mataku lah yang banyak bercerita. 


Horizon
Hanya perlu waktu kurang lebih 8 hari untuk membuatku sangat berat meninggalkan kota ini, terlebih karena keramahan teman-teman baru yang kudapat, Diego, Nathan dan Ierene. Mereka begitu ramah, baik hati dan menyenangkan. Entah kapan akan bertemu lagi, tak ada satupun dari kami yang tahu. Kami berempat menjadi cepat akrab mungkin karena kami seumuran. Membahas mimpi bahwa suatu saat kami harus bersama-sama mengunjungi Ierene di Bangalore. Karena kami bertiga sangat ingin mengunjungi India. Semoga suatu hari kami dapat mewujudkannya.Sampai jumpa Brasilia, kenangan itu akan melekat selamanya. Aku ingin kembali, karena belum sempat mengatakan kekagumanku yang teramat dalam pada hujan hutan tropis terbesar di dunia yaitu Amazon, pada daerah rawa terluas di dunia yaitu Pantanal, dan pada suatu tempat bernama Tocantins yang pernah kulihat disalah satu acara televisi tentang cara bertahan hidup di alam liar. Ya Allah, ijinkanlah hamba suatu saat untuk kembali dengan petualangan yang pastinya tak terlupakan.




Brasilia, 2011

2 comments:

  1. duh mba jd ngiler pengen cobain pasteis nya,hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, Pasteis nya enak, jadi kangen..hehehe

      Delete