Hari
terakhir, Sabtu 29 Januari, siang itu kami (aku, Ierene, Seema dan Sheetal)
pergi mengunjungi pasar tradisional di dekat TV Tower. Letaknya tak jauh dari
tempat menginap, hanya perlu berjalan kaki 10 menit saja. Sampai di tempat
tujuan, kami kemudian berpisah, aku dan Ierene sedangkan Seema bersama Sheetal.
Kami sepakat untuk bertemu di food court
tepat jam 13. pasar ini lumayan besar, dengan bermacam-macam barang yang
ditawarkan terutama souvenir khas Brazil. Aku membeli beberapa barang untuk
oleh-oleh seperti magnet, anting-anting, kartu pos dan gelas untuk ibu-bapak.
Di suatu toko, kami berhenti karena tertarik melihat sepatu bayi yang
berwarna-warni. Ierene membeli satu yang berwarna biru untuk sepupunya dan aku
membeli satu yang berwarna hijau. Ingin kuberikan untuk kakak, karena bulan
Juli besok HPL anaknya. Ah, pasar ini
sungguh beraneka ragam barang dagangannya, seakan aku tak ingin beranjak. Aku
dan Ierene berjalan dari satu lorong ke lorong yang lain sembari bercerita
tentang apa saja, seakan kami telah lama saling mengenal.
Salah satu sudut pasar |
Tak terasa waktu
berlalu hingga kami harus bergegas menemui yang lain untuk makan siang bersama.
Di sudut pasar, memang ada satu tempat khusus yang menjual berbagai macam
makanan. Aku harus ekstra hati-hati memilih makanan karena disamping nama
makanan dan artinya yang sama sekali tak kupahami. Setelah kebingungan,
akhirnya kuputuskan membeli jagung keju. Makanan ini seperti namanya, terbuat
dari campuran jagung manis yang sudah dihaluskan, dicampur dengan potongan keju
dan sedikit gula kemudian dibungkus dengan daun jagungnya. Ukurannya tidak
begitu besar, tapi butuh waktu dan kesabaran untuk menghabiskan satu porsi.
Jagung keju ini adalah salah satu makanan khas disini, selain itu ada pasteis
(atau pastel) dan bermacam pizza. Pizza disini menurutku unik karena dicampur
dengan buah-buahan sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang sangat lezat.
Favoritku adalah pizza dengan topping
nanas. Pasteis bentuknya mirip dengan pastel yang ada di Indonesia. Tapi bahan
adonan kulit luarnya manis, sedangkan di Indonesia cenderung asin. Pasteis ini
biasanya diisi dengan keju, pisang dan buah jambu biji merah (tentu saja yang
sudah dihaluskan). Selama di Pirenopolis, hanya pasteis keju dan pisang yang
pernah kumakan, karena waktu itu pasteis jambu tak tersedia. O ya, jambu biji
merah dalam bahasa setempat disebut Goiaba.
Salah satu pedagang Pasteis |
Waktu
sudah menunjukkan pukul 13.30, sementara Sheetal dan Seema telah lebih dulu
beranjak karena mereka hendak menukar uang. Aku dan Ierene berjalan pelan
menuju air mancur di samping pasar. Kami mengambil beberapa gambar dan kemudian
berjalan pulang kembali ke penginapan.
Ini dia air mancurnya |
Sesampainya di depan kamar, ternyata
pintu kamar tak dapat dibuka. Kukira hanya kamarku saja, tapi ternyata juga
kamar yang lain. Kami pun kembali turun menuju resepsionis dan menanyakan
sebabnya. Waktu cek out ternyata jam
2 siang, otomatis setelah itu kamar tidak bisa diakses. Padahal barang-barang
kami masih di dalam kamar dan jadwal keberangkatan ke bandara masih jam 16
sore. Akhirnya kami meminta perpanjangan waktu untuk berkemas dan diberikan
satu setengah jam dari saat itu. Tepat pukul 16.30 kami sudah berkumpul kembali
di lobi untuk check out. Setelah
urusan selesai, kami pun segera naik ke taksi yang ada di depan. Rencana
menggunakan satu taksi untuk kami berempat gagal, karena bagasi untuk
meletakkan koper tak muat. Akhirnya dengan terpaksa harus menggunakan dua taksi
ke bandara. Membutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk sampai di terminal
keberangkatan Brasilia International
Airport. Disini kami berpisah, karena aku harus menuju terminal
keberangkatan internasional, sedangkan Ierene, Seema dan Sheetal menuju
terminal domestik karena mereka harus terbang lebih dulu ke Sao Paulo. Pelukan
dan kata-kata mengiringi perpisahan kami. Semoga suatu saat kami akan bertemu
lagi. Sampai jumpa teman-temanku terkasih, semoga kalian selamat kembali ke
rumah. Mereka harus menempuh perjalanan selama 36 jam untuk kembali sampai di
Bangalore, India. Sungguh bukan waktu yang sebentar.
Setelah
berpisah, aku menuju tempat check in
untuk TAP Portugal. Antrian belum begitu panjang, dan tak lama aku sudah
mendapatkan boarding pass ku. Sembari
menunggu, aku berkeliling sekitar bandara. Tapi tak banyak yang bisa dilihat
karena bandara ini bisa dibilang tak begitu besar. Ada beberapa duty free shop dan juga anjungan di
lantai 2 yang dilengkapi dengan beberapa restoran. Dari anjungan ini pengunjung
bisa melihat aktivitas pesawat yang tinggal landas maupun mendarat. Ada
kejadian lucu yang kualami, waktu itu sudah jam 17 dan biasanya untuk
menghindari antrian pemeriksaan keamanan dan paspor, sejam sebelumnya aku sudah
bersiap masuk ke tempat pemeriksaan. Sampai di depan tempat pemeriksaan,
ternyata aku belum diperbolehkan masuk. Aku bertanya-tanya, kenapa belum boleh
masuk, tapi tak ada seorang petugas pun yang bisa menjawab dengan bahasa
inggris. Akhirnya ada seorang petugas yang meminta boarding pass ku dan dia
menjelaskan dalam bahasa portugis bahwa untuk jadwal keberangkatan jam 19, maka
penumpang baru diijinkan masuk ruang pemeriksaan pada jam 18. oalah
ribetnyaaa.....baru kali ini kutemukan sistem yang berbeda. Baiklah, aku akan
kembali lagi nanti jam 18....:)
Satu
jam berikutnya aku kembali ke depan gerbang pemeriksaan dan sudah banyak orang
yang mengantri. Setelah selesai diperiksa barang bawaan dan paspor, ternyata
penumpang lansung mengantri untuk naik ke pesawat. Jadi tak ada ruang tungu
didalam sini. Maka dari itu terjawab sudah pertanyaanku yang tadi mengapa pada
saat pukul 17 belum boleh masuk kemari. Ternyata beda negara, beda juga tata
caranya. Dari saat mendudukkan diri di kursi pesawat sampai dengan pesawat
tinggal landas, air mataku lah yang banyak bercerita.
Horizon |
Hanya perlu waktu kurang
lebih 8 hari untuk membuatku sangat berat meninggalkan kota ini, terlebih
karena keramahan teman-teman baru yang kudapat, Diego, Nathan dan Ierene.
Mereka begitu ramah, baik hati dan menyenangkan. Entah kapan akan bertemu lagi,
tak ada satupun dari kami yang tahu. Kami berempat menjadi cepat akrab mungkin
karena kami seumuran. Membahas mimpi bahwa suatu saat kami harus bersama-sama
mengunjungi Ierene di Bangalore. Karena kami bertiga sangat ingin mengunjungi
India. Semoga suatu hari kami dapat mewujudkannya. Sampai jumpa Brasilia, kenangan itu akan melekat selamanya. Aku ingin kembali, karena belum sempat mengatakan kekagumanku yang teramat dalam pada hujan hutan tropis terbesar di dunia yaitu Amazon, pada daerah rawa terluas di dunia yaitu Pantanal, dan pada suatu tempat bernama Tocantins yang pernah kulihat disalah satu acara televisi tentang cara bertahan hidup di alam liar. Ya Allah, ijinkanlah hamba suatu saat untuk kembali dengan petualangan yang pastinya tak terlupakan.
Brasilia, 2011
duh mba jd ngiler pengen cobain pasteis nya,hehe
ReplyDeleteIya mbak, Pasteis nya enak, jadi kangen..hehehe
Delete