Puasa hari pertama mengikuti
jadwal di Austria yaitu pada hari Jumat. Bangun di pagi hari itu membutuhkan
komitmen dan keinginan yang tinggi. Sebelum Subuh yaitu jam 03.43 harus sudah
menyelesaikan sahur. Hari pertama sahur dengan roti gandum, satu buah pisang
dan segelas susu coklat. Cukuplah untuk menahan lapar selama puasa yang harus
ditempuh 17-18 jam. Tidak ada kumandang Imsak seperti yang biasa kudengar di
masjid dekat rumah (di Jogja). Berbekal jadwal puasa dari website islamic
finder, akupun harus mengatur jadwal sendiri. Alhamdulillah hari itu puasa
lancar. Sorenya aku dan beberapa teman berjanji untuk mengikuti acara buka
puasa di masjid Turki.
Hujan lumayan deras tak menghentikan langkah kakiku
untuk berjalan ke masjid yang jaraknya sekitar 15 menit dengan jalan kaki. Kami
bertemu sebelum waktu berbuka tiba, sekitar jam 21. Ketika tiba di masjid,
antrian di bagian laki-laki terlihat sudah ramai. Kami yang perempuan bergegas
menuju lantai dua dimana biasanya jamaah perempuan berkumpul. Tak begitu banyak
perempuan yang hadir hari itu, hanya ada tiga orang ibu-ibu dan lima orang
remaja, ditambah tiga orang Indonesia yaitu aku, Sarrah dan mbak Nina. Namun
walaupun sedikit, tak mengurangi hikmat dan niat untuk saling berbagi di hari
pertama Ramadhan ini. Sembari menunggu waktu berbuka, beberapa remaja
menyiapkan hidangan yang terdiri dari air mineral, kurma, salat sayuran, sup
lentil, nasi dan lauknya berupa daging sapi yang dimasak dengan kentang dan
beberapa sayuran lain. Selain itu yang khas dari hidangan ala Turki ini adalah
roti. Ya, bentuknya bulat, ukurannya besar, biasanya sebelum dihidangkan
terlebih dahulu dibagi menjadi empat bagian supaya mudah dimakan. Aku lupa
menanyakan apa nama roti ini, tapi ini adalah makanan yang wajib ada dalam
hidangan mereka. Walaupun sudah ada nasi, tapi kehadiran roti ini selalu saja
harus menjadi pelengkap.
Alhamdulillah
adzan Maghrib pun berkumandang, kamipun membatalkan puasa dengan terlebih
dahulu minum air dan makan sebutir kurma. Kemudian sup lentil dihidangkan dan
dimakan dengan salat sayuran. Setelah itu barulah nasi dan lauk utama
dihidangkan, dan dimakan bersama roti. Terasa berbeda buka puasa kali ini,
seperti yang kuceritakan sebelumnya, inilah puasa pertama yang kujalani di
negeri orang dan jauh dari keluarga. Tapi aku bersyukur karena masih bisa
merasakan kehangatan di tengah musim panas di kota ini. Muslim dari Turki
sangat baik, mereka selalu menanyakan darimana kami berasal, dan akan senang
sekali ketika mendapatkan jawaban bahwa Indonesia adalah negara kami. Aahhh,
Indonesia. Begitu biasanya reaksi mereka sambil tersenyum. Entah karena
Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah umat muslim yang banyak, seperti
Turki. Setelah menyelesaikan berbuka, kami pun mengikuti imam untuk segera
melaksanakan solat maghrib. Dalam sujudku, ada rasa sedih. Tak terasa air mata
menetes dalam doa yang kupanjatkan selesai solat. Teringat kedua orangtuaku
yang harus melewatkan bulan puasa yang kesekian tanpa kehadiran anaknya. Teringat
Jogja dan keluarga, dimana biasanya aku melewatkan hari-hari pertama bulan
puasa sejak tahun 2001 bersama Om, bulik dan sepupuku. Sahur bersama adalah
saat-saat yang menggembirakan bagiku. Bulik yang dengan sabar membangunkanku
jika aku terlambat, dan setelah itu dia akan membangunkan sepupuku yang
biasanya bangun paling akhir. Ah, semoga tahun depan aku sudah bisa berkumpul
lagi dengan mereka.
Selepas solat Magrib, kamipun mohon diri untuk segera
pulang, karena sudah jam sepuluh malam. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih
atas kebaikan hati para ibu dan remaja Turki yang sudah menerima kami untuk
berbuka puasa bersama. Hujan tak lagi turun, tapi dingin masih menyergap.
Kurapatkan jaketku dan mulai berjalan pulang. Semoga puasa hari ini Engkau
terima Ya Allah.
No comments:
Post a Comment