Pagi pertama
Keesokan paginya, setelah bertanya pada resepsionis akupun menuju suatu tempat dimana aku bisa menemukan adaptor. sekitar 10 menit dengan menggunakan taksi, sampailah aku di pasar yang dimaksud. Ternyata memang sudah buka dari jam 8 pagi. Tapi ternyata tak mudah menemukan tko yang menjual adaptor. lagi dan lagi, kendala bahasa sangat mengganggu komunikasi antara aku dan sang penjual. Dengan modal kabel yang kubawa, mulailah satu per satu aku bertanya kepada pemilik toko apakah mereka punya adaptor. Setelah 15 menit berkeliling, hanya jawaban tidak yang kudapatkan. Sampai pada suatu toko, penjualnya berusaha menunjukkan dimana toko yang menjual adaptor. walau dengan terbata-bata ku coba mengerti yang dimaksud oleh penjual itu. Ternyata aku berhasil menemukannya walau toko tersebut masih tutup. Harus menunggu 15 menit lagi tokonya buka. Dengan harap-harap cemas aku menanti, karena jam 10 harus kembali sampai di penginapan. Sedangkan jam telah menunjukkan pukul 9 waktu itu. Untungnya tak lama kemudian penjaga toko datang dan dia segera mengambilkan adaptor yang kumaksud. Setelah membayar akupun bergegas kembali ke gerbang depan pasar untuk mencari taksi kembali ke penginapan. Namun ternyata tak satupun taksi yang kujumpai hingga hampir setengah 10 pagi itu. Kuberanikan diri bertanya pada orang yang lewat, dimana bisa kutemukan taksi. Akhirnya wanita itu bersedia membantuku. Dia memutar nomor telfon taksi yang kuberikan melalui handphone nya. Setelah berbicara sebentar, dia menjelaskan bahwa ternyata taksi yang tadi mengantarku dari penginapan ke pasar, menungguku sekitar 15 menit setelah aku masuk ke pasar. Tapi karena aku tak kunjung kembali, akhirnya supir taksi itu mengambil penumpang lain. Baru kusadari, ternyata bahasa merupakan alat komunikasi utama terutama apabila kita bepergian di daerah yang tidak menggunakan bahasa Inggris sama sekali. Tak kusangka jadinya seperti ini. Aku hanya bisa meminta maaf dalam hati karena sudah membuat sang supir itu menungguku. Maafkan aku dari lubuk hati terdalam. Akhirnya aku harus menggunakan taksi lain untuk kembali ke penginapan. Sungguh pengalaman yang aneh.
Sampai di penginapan, bis jemputan ternyata sudah datang. Senang sekali bisa bertemu lagi dengan Nathan, dia anggota tim proyek dari Brazil. Dulu kami bertemu sewaktu team meeting di China tahun 2009. Disini aku berkenalan dengan anggota tim Brazil lainnya yaitu Diego, Marcel dan Saulo. Kami sudah bekerjasama hampir 4 tahun lamanya tapi baru sekarang bertemu, betapa senangnya karena kesempatan itu datang.
 |
| ..di pasar inilah kutemukan adaptor |
Seperti kusebutkan di awal, pertemuan akan diadakan di kota Pirenopolis. Maka dari itu disediakan bis jemputan untuk membawa kami kesana. Dalam perjalanan menuju Pirenopolis, kami sempat berhenti di beberapa tempat di Kota Brasilia yaitu Katedral, kompleks pemerintahan, gedung DPR/MPR, dan kantor Presiden. Bangunan di kota ini relatif baru, karena memang dulunya ibukota Brazil bukanlah Brasilia. Jadi dapat dikatakan kota ini sengaja dibentuk dengan tata ruang yang baik sebagai ibukota baru. Tapi pusat bisnis tetap di Sao Paulo ataupun Rio de Janeiro. Brasilia digunakan sebagai pusat pemerintahan saja. Ide seperti ini yang sepertinya layak diadopsi oleh Indonesia pada masa sekarang.
 |
| Perpustakaan nasional Brasilia |
 |
| Katedral |
 |
| Gedung parlemen |
Pirenopolis, kota ini mengingatkanku pada kota tempat aku dibesarkan. Sungailiat, nama kota itu, merupakan salah satu kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal yang membuatku teringat adalah karena tanahnya yang berwarna sama yaitu terarosa (kemerahan) dan juga jenis pepohonannya. Aku tidak merasa sedang berada di amerika latin, tapi ada perasaan bahwa aku sedang kembali ke kota Sungailiat. Entahlah, namanya juga hanya perasaan. Setelah dua jam akhirnya sampai juga ke satu penginapan yang dituju, namanya Pousada dos Pireneus. Tempat ini mirip dengan salah satu resort terkenal yang ada di daerah Magelang, Jawa Tengah. Tambah kuat perasaan bahwa saat ini aku seperti sedang berada di Indonesia. Di tempat inilah selama 5 hari ke depan pertemuan dilaksanakan. Setelah pembagian kamar, satu per satu kami menuju kamar masing-masing. Kemudian berkumpul kembali untuk makan siang. Senangnya mendengar kata makan, karena sejak tadi lapar sudah menderaku. Untuk soal makan, ternyata ada kemiripan. Disini juga menyajikan nasi dengan lauk pauk dan juga lengkap dengan buah-buahan. Senang sekali bisa bertemu lagi dengan mangga, pisang, nanas dan semangka. Jadi untuk yang satu ini aman, karena biasanya perkara makanan adalah salah satu yang mendukung kecerdasan bangsa (apa tho ini).
 |
| Bagian depan penginapan |
 |
| Salah satu sudut kota |
Setelah makan siang, acara selanjutnya adalah orientasi ke sekitar penginapan. Terkadang, aku lebih suka menjelajahi tempat baru seperti ini tanpa kehadiran siapapun alias berjalan sendiri. Karena ada setitik rasa penasaran yang harus kujawab setiap kali bersentukan dengan lingkungan baru dan hal tersebut membutuhkan waktu yang tak sebentar. Jika nanti tiba-tiba di tengah jalan belok kanan atau belok kiri, tak masalah jika kita bepergian sendiri bukan? Tapi tak selalu seperti itu, bersama-sama teman juga menyenangkan dalam menjelajah tempat baru. Untuk kali ini saja, kakiku mengajak untuk melangkah sendiri. Di kota kecil yang sama sekali belum pernah kulihat sebelumnya. Disini, entah kenapa kenangan tentang dia kembali datang, berharap dia ada disini denganku, menikmati pemandangan kota bersejarah ini. Tak ada aspal, yang ada hanyalah jalanan kecil dengan batuan yang tersusun rapi di tengahnya. Walaupun begitu, banyak juga mobil dan motor yang berlalu lalang dengan kecepatan yang bisa dibilang tinggi. Di depanku, ada belokan yang ternyata berdiri kukuh sebuah jembatan kayu. Ada dua bagian jalan, yang satu untuk pejalan kaki, dan yang sisinya lagi yang tentu saja lebih lebar adalah untuk kendaraan bermotor. Dibawah jembatan itu mengalir sebuah sungai dengan jeram yang cukup indah. Karena sedang musim panas, jadilah jeram tersebut menjadi tempat tujuan wisata bagi banyak penduduk sekitar dan juga pendatang. Mereka menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di batu yang ada di pinggir sungai, atapun berenang di tengah sungainya dan bersenda gurau dengan keluarga di beberapa restoran yang terdapat di pinggir sungai. Sungguh pemandangan yang membuatku rindu pada kampung halaman di jogja.
 |
| jembatan kayu di tengah kota |
Jalan bercabang dua menantiku di ujung jembatan. Harus lurus atau belok ke kanan? Tapi akhirnya kuputuskan mengambil jalur kanan karena aku melihat ada bangunan unik ke arah sana. Di kanan kiri jalan berjejer toko-toko kecil yang menjual pakaian musim panas dan juga beragam souvenir. Tapi setelah kulihat-lihat, harganya bisa dibilang mahal. Jadilah aku hanya melihat saja, tanpa membeli apapun, toh masih ada enam hari kedepan yang akan kuhabiskan disini, pikirku. Di tengah perjalananku, aku bertemu beberapa teman. Rupanya mereka juga sedang melihat-lihat kota ini. Jadilah kami berjalan bersama sampai di satu gereja kecil yang merupakan pusat kota Pirenopolis. Aku baru sadar ternyata banyak kata-kata dalam bahasa indonesia yang merupakan bahasa Portugis. Seperti misalnya gereja, dalam bahasa portugis aslinya adalah igreja.
 |
| jalanan kota |
 |
salah satu landmark kota ini yaitu Igreja
|
masih bersambung...
No comments:
Post a Comment