Pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, disambut dengan guyuran hujan yang setengah deras. Perasaan haru dan bahagia menyelinap, seolah menjadi pertanda betapa lega rasanya setelah beberapa bulan mengurus segala keperluan keberangkatan. Akhirnya sampai juga ke kota kecil nan dingin ini. Begitulah orang-orang selalu menyebutnya. Turun dari pesawat kecil berbaling-baling dua yang baru pertama kalinya kunaiki sepanjang hidupku, rasa takut sempat muncul, tapi kelamaan tergantikan dengan rasa takjub melihat pemandangan dari jendela kecil pesawat. Jajaran pepohonan hijau yang mulai pucat karena sudah berada diambang musim dingin, tapi tetap indah dipandang.
Masuk ke dalam ruang kedatangan bandara, hawa dingin mulai menyergap sampai menusuk kulit. Segera kukeluarkan jaket, syal dan sarung tangan yang sengaja dipersiapkan sebelumnya dalam tas ranselku. Sembari menunggu dua koper yang masuk dalam bagasi, secepat kilat kukenakan peralatan perangku tadi, tentu saja untuk memerangi hawa dingin. Tak berapa lama, akhirnya aku berjumpa lagi dengan kedua koperku tercinta setelah berpisah kurang lebih selama 15 jam sejak dari bandara Soekarno Hatta. Kuseret koperku dengan tenaga yang masih tersisa menuju pintu keluar, dan disana teman-temanku sudah menunggu. Aku mengabari mereka beberapa hari yang lalu tentang jam kedatanganku, dan akhirnya setelah bertemu kami saling berjabat tangan melepas rindu. Tak lupa mengabadikan saat pertemuan itu dengan kamera seorang kawan, sebagai kenangan dimasa mendatang.
Rasa lelah sirna seketika, terlebih setelah keluar dari ruang kedatangan bandara. Tempat ini begitu indah, pegunungan berjejer dengan sedikit salju di setiap puncaknya. Waktu itu masih ada salju yang tersisa dari musim dingin yang lalu. Nuansa hujan, semakin menambah syahdu kekagumanku. Seperti kata pepatah, jatuh cinta pada pandangan pertama itu memang benar adanya. Dan nantinya, semakin lama aku berada disini, semakin bertambah cintaku pada kota ini.

Dari bandara, kami naik bis menuju pusat kota. Sampai di suatu halte, rombongan kami berpisah. Aku dan seorang teman harus mampir sebentar ke kampus, sedangkan yang lain melanjutkan perjalanan pulang ke dormitori. Setelah beberapa saat menyelesaikan urusan di kampus, kami pun menyusul pulang. Cukup satu kali naik bis untuk menjangkau dormitori, sekitar 20 menit saja.

Kesan pertama, transportasi umum di sini tergolong bagus. Bis jurusan tertentu terlihat lebih panjang dari yang lain. Mungkin disesuaikan dengan jumlah penumpang dan kondisi jalan. Belakangan kuketahui bahwa bis yang lebih pendek biasanya dapat menjangkau hingga ke lereng tengah pegunungan yang merupakan tujuan bermain ski yang sangat terkenal di kota ini. Sedangkan bis yang berukuran lebih panjang hanya untuk di dalam kota dengan jalan yang datar saja. Pengaturan dalam bis juga sudah dipersiapkan dengan sedemikian rupa sehingga ada tempat khusus untuk kereta bayi, orang cacat dengan kursi roda, sepeda, dan juga ada yang khusus untuk perlengkapan ski dan snowboard. Jika ada penumpang dengan kursi roda yang hendak naiki bis, maka sang sopir pun membantunya untuk naik. Terkadang sopir tidak perlu turun tangan bila ada penumpang lain yang sudah membantu terlebih dahulu. Betapa para penyandang cacat disini sangat dihargai dengan kemudahan fasilitas dan transportasi untuk mereka yang bisa disejajarkan dengan orang normal. Suatu hal positif yang patut dicontoh dan diterapkan di negeriku tercinta. Kadang miris membanyangkan dan mengetahui pengalaman para penyandang cacat di sekelilingku. Bahkan temanku pernah bercerita, dia sering dicaci-maki para pengendara di jalan saat hendak menyebrang, karena dia tidak bisa melihat. Duh, semoga perlakuan seperti ini lambat laun akan berubah, dan pemerintah memberikan fasilitas yang layak untuk para penyandang cacat ini.
Hari pertamaku di sini, kuhabiskan dengan teman-temanku yang kebetulan kami akan tinggal di dormitori yang sama, akan tetapi beda tingkat. Dormitori untuk pelajar ini terdiri dari 5 tingkat, dan setiap tingkat terdapat 28 kamar, kecuali untuk lantai paling atas hanya ada 20 kamar. Di setiap tingkat disediakan satu dapur dengan fasilitas memasak yang lengkap.
Hari pertamaku di sini, kuhabiskan dengan teman-temanku yang kebetulan kami akan tinggal di dormitori yang sama, akan tetapi beda tingkat. Dormitori untuk pelajar ini terdiri dari 5 tingkat, dan setiap tingkat terdapat 28 kamar, kecuali untuk lantai paling atas hanya ada 20 kamar. Di setiap tingkat disediakan satu dapur dengan fasilitas memasak yang lengkap.
Aku tergolong beruntung, karena mendapatkan kamar dengan pemandangan berupa pegunungan bersalju itu. Karena tidak semua kamar mempunyai pemandangan yang sama. Fasilitas yang tersedia seperti tempat tidur dengan kasur dan bantal, lemari pakaian, meja dan kursi belajar serta kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Fasilitas standar untuk para mahasiswa, dan tak lupa jaringan internet dengan kecepatan yang lumayan.
Di tempat inilah nantinya aku akan menghabiskan banyak waktu untuk belajar dan belajar, tak hanya tentang ilmu pengetahuan tapi juga tentang hidup dan kehidupan. Lain waktu akan kutuliskan tentang pengalaman lain yang kudapatkan dari hari-hari selama aku berada disini. Semoga akan banyak yang baik daripada yang buruk, karena aku telah jatuh cinta pada nuansa kota ini.
(akhir November 2009)

No comments:
Post a Comment